Blog

  • Biografi Ir. Soekarno, Sang Proklamator Kemerdekaan Indonesia

    Biografi Ir. Soekarno, Sang Proklamator Kemerdekaan Indonesia

    Biografi Ir. Soekarno – pasti sudah tidak asing lagi dengan Ir.Soekarno, Pahlawan Nasional Indonesia yang merupakan presiden pertama Republik Indonesia. Perjuangan dan jasanya untuk bangsa Indonesia tidak terhitung jumlah, bahkan kehebatannya tidak hanya terkenal di dalam negeri namun sampai internasional. Itulah sebabnya biografi Ir. Soekarno sangat menarik untuk dibahas dan diketahui oleh generasi bangsa Indonesia.

    Sosok Soekarno memiliki tempat tersendiri bagi masyarakat Indonesia dan memberikan banyak teladan bagi bangsa. Banyak tenaga, pemikiran, bahkan jiwa dipertaruhkan oleh Soekarno untuk Indonesia, mulai dari melawan penjajahan sampai membangun bangsa ini menjadi  seperti sekarang. Soekarno menjadi tokoh penting dalam sejarah Indonesia yang akan terus terkenang jasa-jasanya.

    Berikut ini penjelasan singkat biografi Ir. Soekarno yang perlu Grameds ketahui sebagai generasi bangsa agar dapat memetik nilai-nilai positif dari kisah sang proklamator.

     

    Biodata Ir. Soekarno

     

    • Nama lengkap : Ir. Soekarno
    • Nama panggilan : Bung Karno
    • Nama kecil : Kusno
    • Tempat, tanggal lahir : Surabaya, 6 Juni 1901
    • Agama : Islam
    • Nama Isteri : Fatmawati, Hartini, Ratna Sari Dewi, Kartini Manopo, Haryati, Yurike Sanger, dan Heldy Djafar
    • Nama Anak : Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati, Guruh (dari Fatmawati) Taufan, Bayu (dari Hartini) Kartika (dari Ratna Sari Dewi)
    • Pendidikan : HIS di Surabaya, Hogere Burger School (HBS), Technische Hoogeschool (THS) di Bandung
    • Meninggal : Jakarta, 21 Juni 1970
    • Dimakamkan : Blitar, Jawa-Timur

     

    Kehidupan Pribadi Ir. Soekarno

    Ir. Soekarno atau akrab dipanggil Bung Karno lahir pada 6 Juni 1901 di Surabaya, Jawa Timur dengan nama kecilnya Kusno Sosrodihardjo dan wafat pada 21 Juni 1970 di Jakarta. Bung Karno adalah anak dari pasangan Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Karena sakit-sakitan, Soekarno kecil dirawat kakaknya bernama Raden Hardjodikromo di Tulungagung. Soekarno kembali tinggal dengan bapak dan ibunya pada 1909 di Mojokerto.

    Di Mojokerto itulah sang ayah ditugaskan sebagai kepala Eerste Inlandse School dan Soekarno pun sekolah ditempat itu. Sejak tinggal kembali bersama orang tuanya,  Soekarno mengganti namanya dari Kusno menjadi Soekarno agar dirinya tidak sakit-sakitan lagi dan dapat tumbuh dengan sehat.  Sejak kecil Soekarno sudah menjadi anak yang berprestasi bahkan mampu menguasai banyak bahasa. Itulah sebabnya kecerdasan Soekarno dikenal oleh dunia.

    Tahun 1911 Soekarno pindah lagi ke ELS yang setara dengan Sekolah Dasar (SD) yang khusus dipersiapkan untuk masuk Hogere Burger School (HBS) di Surabaya. Tahun 1915 Soekarno pun menamatkan sekolahnya di ELS  dan kemudian tinggal di rumah sahabat ayahnya, Haji Oemar Said Tjokroaminoto atau HOS Cokroaminoto yang merupakan pendiri Serikat Islam. Sejak itulah Soekarno mulia mengenal dunia perjuangan yang akhirnya membuatnya sangat ingin berjuang bagi bangsa Indonesia.

    Di Kediaman Cokroaminoto, Soekarno muda mulai banyak belajar politik dan banyak berlatih pidato. Di sanalah Soekarno mulai kenal dan berinteraksi dengan tokoh-tokoh hebat, seperti Dr. Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, dan Ki Hajar Dewantara. Merekalah pemimpin organisasi National Indische Partij saat itu.

    Bersekolah di HBS memberi banyak pengalaman dan pelajaran bagi Soekarno, hingga akhirnya lulus dan tahun 1921. Setelah itu Soekarno pun kembali pindah tempat tinggal, yakni ke Bandung dan tinggal bersama Haji Sanusi untuk melanjutkan pendidikannya di Technische Hooge School (THS) jurusan teknik sipil atau kita kenal sekarang sebagai kampus ITB. Disanalah Soekarno mendapatkan gelar insinyur-nya dengan lulus pada tanggal 25 Mei 1926.

    Soekarno diwisuda bersama dengan delapan belas unsur lainnya tepat saat Dies Natalis ITB yang ke-61 pada 3 Juli 1926. Menurut Prof. Jacob Clay Sebagai ketua Fakultas di kampus tersebut menyatakaan kebanggannya karena ada 3 orang insinyur orang Jawa, Yakni Soekarno, Anwari, dan Soetedjo, dan gelar insinyur dari daerah lainnya.

    Di masa hidupnya, Soekarno telah menikahi sejumlah perempuan, yakni Fatmawati, Hartini, Ratna Sari Dewi, Kartini Manopo, Haryati, Yurike Sanger, dan Heldy Djafar. Atas pernikahannya tersebut, Soekarno dikarunia 11 orang anak. Sebagian keturunan Soekarno pada akhirnya juga ada yang mengikuti jejak sang ayah di dunia politik Indonesia.

    Yakni putrinya yang bernama Megawati Soekarnoputri yang pernah menjabat sebagai presiden ke-5 RI, Rachmawati Soekarnoputri, dan Sukmawati Soekarnoputri. Putranya yang pertama dengan Fatmawati, Guntur Soekarnoputra justru tidak terjun ke dunia politik seperti dirinya dan adik-adik perempuannya.

     

    Perjalanan Politik Ir. Soekarno

    Berbicara soal biografi Ir.Soekarno tidak lengkap rasanya jika tidak membahas kiprahnya di dunia politik yang sangat luar biasa. Ir. Soekarno bahkan sudah terjun ke dunia politik sejak usianya masih sangat muda. Soekarno terkenal pertama kali pada tahun 1915 saat menjadi anggota Jong Java Cabang Surabaya. Kebanyak organisasi di Indonesia menurut Soekarno masihlah Jawa Sentris yang hanya memikirkan kebudayaan saja.

    Hal itulah yang membuat Soekarno perlu menjawab tantangan tersebut. Karena kesedihannya tersebut Soekarno pun memberikan pidato menggunakan bahasa ngoko (bahasa Jawa yang kasar) dalam rapat pleno tahunan Jong Java di Surabaya. Tak berselang lama, setelah sebulan rapat tersebut, Soekarno mencetuskan gagasan untuk membuat surat kabar Jong Java menggunakan bahasa Melayu, bukan bahasa Belanda.

    Soekarno kemudian mendirikan Algemeene Studie (ASC) di Bandung pada tahun 1926 yang merupakan hasil inspirasi dari Dr. Soetomo di Indonesische Studie Club. Organisasi ASC inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya partai besar di Indonesia, Partai Nasional Indonesia yang lahir tahun 1927. Berkat aktif di organisasi PNI itulah Soekarno beberapa ditangkap Belanda karena dianggap membahayakan pemerintah kolonial.

    Tanggal 29 Desember 1929 Soekarno ditangkap di Yogyakarta untuk dipindahkan ke penjara Banceuy di Bandung. Kemudian pada tahun 1930 dipindahkan ke penjara Sukamiskin dan di tahun ini pula Soekarno mengeluarkan pledoi Indonesia Menggugat yang sangat fenomenal saat itu sampai akhirnya dibebaskan pada 31 Desember 1931. Setelah bebas dari penjara, tahun 1932 SOekarno bergabung dalam Partai Indonesia (Partindo) yang masih pecahan PNI karena saat itu PNI dibubarkan dan dinyatakan dilarang oleh Belanda.

    Namun keaktifannya di Partino kembali mengantarkan ke penjara pada tahun 1933 di pengasingan Folders karena pergerakan yang bahaya bagi Belanda. Karena pengasingannya yang cukup lama dan sangat jauh hampir membuat tokoh-tokoh nasional Indonesia yang lainnya melupakan keberadaan dan keterlibatan Soekarno. Hal itu tidak membuatnya menyerah dan Soekarno terus mengirim surat kepada Ahmad Hasan, seorang Guru Persatuan Islam.

    Tahun 1938 Soekarno kemudian diasingkan ke Provinsi Bengkulu sampai tahun 1942. Pada masa penjajahan Jepang tahun 1942 Soekarno baru kembali dibebaskan. Setelah melalui perjalanan panjang,  tahun 1943 perdana menteri Jepang, Hideki Toja mengundah Soekarno, Muhammad Hatt, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo yang kemudian disambut hangat kehadirannya oleh Kaisar Hirohito. Mereka bertiga telah dianggap sebagai keluarga kaisar Jepang dengan diberikannya Bintang Kekaisaran (Ratna Suci).

    Sejak masa penjajahan Jepang itulah banyak muncul organisasi, seperti Jawa Hokokai, BPUPKI, Pusat Tenaga Rakyat (Putera) hingga PPKI dengan tokoh-tokoh utama yakni Soekarno, K.H Mas Mansyur, Ki. Hajar Dewantara, dan tokoh lainnya yang aktif di organisasi pergerakan nasional. Akhirnya tokoh-tokoh pergerakan nasional tersebut melakukan  buy clenbuterol bekerjasama dengan pemerintah jepang untuk kemerdekaan Indonesia. Meskipun tetap ada yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Amir Sjarifuddin dan Sutan Syahrir yang tidak sepenuhnya percaya pada Jepang dan menganggapnya berbahaya dan fasis.

    Selama perjuangan yang panjang akhirnya Soekarno dan Moh. Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 yang didesak oleh kaum muda dan sempat diculik ke Rengasdengklok. Sejak itulah Soekarno diangkat menjadi Presiden pertama Indonesia dan mulai dikenal sebagai Sang Proklamator yang didampingi Mohammad Hatta sebagai wakilnya. Sebelumnya pada 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPKI Soekarno sudah mengemukakan gagasan tentang dasar Negara, yakni Pancasila yang sekarang masih menjadi dasar Negara kita.

    Setelah berhasil merumuskan Pancasila, Soekarno berupaya menyatukan nusantara menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahkan bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin juga sempat diusahakan Soekarno dalam Konferensi Asia Afrika tahun 1955 di Bandung hingga akhirnya berkembang menjadi Gerakan Non Blok. Berkat jasa Soekarno lah banyak Negara kawasan Asia Afrika yang mereka, meskipun ada pula yang konflik berkepanjangan karena ketidakadilan di negaranya. Itulah sebabnya Soekarno dikenal dalam menjalankan politik bebas aktif dunia Internasional.

    Atas kejayaan perjuangannya untuk Indonesia, Ir Soekarno juga mengalami masa jatuh dalam politiknya setelah Wakil Presiden Mohammad Hatta akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri dan memisahkan diri dari Soekrano tahun 1956. Selain itu banyak pula pemberontakan separatis yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Berdasarkan catatan sejarah, puncak pemberontakan tersebut adalah saat terjadinya pemberontakan yang dikenal dengan G30S PKI yang meluluhlantakan masyarakat Indonesia Saat itu.

    Karena peristiwa itulah Soekarno mendapat pengucilan dari presiden yang menggantikan dirinya, yakni Soeharto. Karena usianya yang sudah tua dan sering sakit-sakitan akhirnya Soekarno wafat di Jakarta, tepatnya Wisma Yaso pada tanggal 21 Juni 1970. Kemudian jasadnya dimakamkan di Blitar dan menjadi ikon kota Blitar hingga saat ini. Makam Soekarno Pun selalu ramai peziarah dan wisatawan yang datang di hari-hari tertentu dan sangat ramai saat haul Sang Proklamator tersebut.

    Nah, itulah biografi Ir. Soekarno yang perlu Grameds ketahui sebagai generasi muda bangsa Indonesia. Cara terbaik menghargai jasa para pahlawan bangsa adalah mengenali dan mempelajari sejarah perjuangannya. Kisah perjuangan Ir. Soekarno bagi bangsa Indonesia memberi kita pelajaran betapa berharganya bangsa ini untuk kita jaga.

  • Biografi Jenderal Soedirman, Sang Jenderal Besar TNI

    Biografi Jenderal Soedirman, Sang Jenderal Besar TNI


    Biografi Jenderal Soedirman – Grameds,  pasti sudah tidak asing dengan sosok yang satu ini, yakni Jenderal Soedirman salah satu pahlawan revolusi nasional yang berperan penting bagi bangsa Indonesia.

    Tak heran jika banyak biografi Jenderal Soedirman yang mengabadikan jasa perjuangannya untuk Indonesia. Kisah perjuangan Jenderal Soedirman memang sangat inspiratif untuk diketahui.

    Jenderal Soedirman adalah sosok yang disegani oleh pasukannya dalam sejarah Indonesia sebagai tokoh pahlawan revolusi Nasional. Ia memiliki peran yang sangat besar pada masa revolusi merebut kemerdekan Indonesia dari kolonial Belanda. Jenderal Soedirman kemudian menjadi panglima pertama sekaligus Jenderal RI pertama dengan usia termuda, yakni 31 tahun.

    Dibalik keberanian nya, Jenderal Soedirman ternyata memiliki kepribadian yang tenang dalam memecahkan masalah untuk menemukan cara yang solutif, gigih, dan sangat teguh dalam memegang prinsip.

    Itulah sebabnya ia dikenal sebagai pejuang yang tangguh dan tidak kenal lelah. Banyak hal lainnya yang bisa dipelajari dari Jenderal Soedirman, Grameds bisa mengenalnya lewat biografi Jenderal Soedirman berikut ini:

     

    Biografi Jenderal Soedirman

     

    Jenderal Soedirman memiliki nama asli yakni Raden Soedirman yang lahir pada 24 Januari 1916 di Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah.

    Orang tua Jenderal Soedirman adalah Bapak Karsid Kartawiraji, seorang pekerja pabrik gula di Kalibagor, Banyumas dan Ibu Siyem yang merupakan keturunan Wedana Rembang. Ia memiliki satu saudara yakni Muhammad Samingan. Istrinya adalah Alifah dan bersamanya ia dikaruniai 7 orang anak.

    Jenderal Soedirman tidak hidup oleh orang tuanya, ia dibesarkan oleh pamannya bernama Raden Cokrosunaryo yang merupakan seorang camat di Rembang Purbalingga agar ia bisa hidup lebih layak dan mapan. Saat itu Raden Cokrosunaryo belum memiliki anak sehingga mengadopsi Jenderal Soedirman menjadi anaknya. Bersama pamannya tersebut, sejak kecil Sang Jenderal memang memperoleh pendidikan yang layak.

    Di usianya yang masih 7 tahun, ia sekolah di Hollandsch Inlandsche School (HIS) yang kemudian dilanjutkan ke Taman Siswa saat usianya 8 tahun.  Kemudian ia dipindahkan lagi ke Sekolah Wirotomo karena Taman Siswa dianggap Belanda adalah lembaga ilegal di tahun berikutnya.

    Soedirman muda dikenal sebagai anak yang taat beribadah, rajin belajar, dan tekun memahami tentang agama Islam dari Raden Muhammad. Ia kemudian mendapatkan julukan Haji karena pengetahuan agamanya dan sering ceramah di depan umat muslim saat itu.

    Setelah pamannya wafat, Jenderal sangat terpukul oleh kepergian orang tua angkatnya tersebut. Ia pun harus mengalami masalah ekonomi yang sangat kurang, beruntungnya ia masih diperbolehkan sekolah di Wirotomo tanpa membayar.

    Berkat kecerdasannya ia tetap bertahan dan terus mengasah kemampuannya. Jenderal Soedirman pun akhirnya mulai ikut mendirikan organisasi Islam saat usianya masih remaja, yakni Hizbul Wathan miliki Organisasi Muhammadiyah. Karena dedikasinya sejak dini itu, akhirnya Jenderal Soedirman diberi kepercayaan untuk memimpin organisasi tersebut di cabang Cilacap.

    Jiwa kepemimpinan Jenderal Soedirman sudah muncul sejak ia masih muda, sehingga masyarakat segan dan hormat kepada Sang Jenderal tersebut. Ia pun melanjutkan studinya di Kweekschool (sekolah khusus untuk calon guru) meskipun akhirnya tidak terselesaikan karena masalah Biaya. Jenderal Soedirman pun kembali ke Cilacap dan mengajar guru sekolah dasar Muhammadiyah di sana.

    Guru pribadinya yang bernama Muhammad Kholil lah yang mengangkat Sang jendram menjadi guru di Hollandsch inlandsche School (HIS) tersebut.

    Di Cilacap juga Sang Jenderal bertemu dengan tambatan hatinya, Alifah sang Istri yang merupakan anak dari pengusaha batik kaya, yakni Raden Sosro Atmojo.

    Pada zaman Belanda, Jenderal Soedirman belum dikenal sebagai pejuang, menurut Hatta Sang Jenderal di kenal oleh orang-orang sebagai seorang guru. Kisah kehidupan dari Jenderal Soedirman juga dapat Grameds pelajari melalui  buku Soedirman yang berisikan riway

     

    Organisasi Yang Diikuti Jenderal Soedirman

    Biografi Jenderal Soedirman menunjukan peran Sang Jenderal selain menjadi guru adalah ia aktif berorganisasi di pemuda Muhammadiyah. Pada saat penjajahan Jepang tahun 1942, aktivitas mengajarnya dibatasi oleh Jepang dan sekolah tempat ia mengajar dijadikan sebagai pos militer Jepang.

    Jenderal Soedirman berhasil negosiasi dengan pemerintah Jepang agar ia tetap bisa mengajar anak-anak pribumi disana meskipun dengan perlengkapan belajar seadanya dan terbatas. Pada masa penjajahan Jepang juga memperburuk ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia saat itu.

    Karena keterlibatan yang aktif akhirnya Sang Jenderal diangkat sebagai ketua Dewan Karesidenan bentukan Jepang pada tahun 1944. Sejak saat itulah Jenderal Soedirman mulai aktif di dunia militer dan bergabung dengan PETA yang kemudian ia pergi menempuh pendidikan militer di Bogor. Setelah lulus dari pendidikan militer tersebut, Jenderal Soedirman menjadi batalyon Kroya.

    Keaktifannya di militer membawa Jenderal Soedirman bertemu Soekarno dan Hatta dan ditugaskan untuk mengawasi proses penyerahan diri para tentara Jepang di Banyumas, tepatnya setelah ia mendirikan divisi lokal dari Badan Keamanan Rakyat Indonesia saat itu.

    Sejak peristiwa itulah pasukan Jenderal Soedirman dijadikan sebagai sebagai divisi V oleh Oerip Soemohardjo yang saat itu adalah panglima sementara. Sementara Jenderal Soedirman menjadi panglima Panglima untuk divisi V atau daerah Banyumas dengan pangkat Kolonel tepat setelah terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat (TKR) atau BKR.

    Setelah itu pada Konferensi TKR tanggal 2 November 1945, Sang Jenderal terpilih menjadi Panglima Besar TKR atau Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia yang pertama.

    Meskipun belum dilantik secara resmi  sebagai panglima, Jenderal Soedirman sudah sigap memerintahkan pasukannya untuk menyerang pasukan Inggris dan Belanda di Ambarawa.Karena tindakannya itulah membuat rakyat menjadi semakin kuat mendukung perjuangan Sang Jenderal.

    Perannya yang besar itulah mengantarkan Soedirman diberikan pangkat Jenderal yang dilantik oleh Presiden Soekarno pada 18 Desember 1945 yang juga dapat Grameds baca melalui buku Jenderal Soedirman: Teladan Pemimpin yang Bersahaja.

     

    Karir Militer Jenderal Soedirman

    Pemimpin yang pintar dalam bernegosiasi adalah sebutan yang tepat bagi Jenderal Soedirman. Sebelum diperintah Jepang, Jenderal Soedirman sudah lebih dulu dipercaya pemerintah Belanda untuk memberikan pelatihan kemiliteran untuk para tentara pribumi.

    Pada masa penjajahan Jepang Sang Jenderal kemudian dipercaya untuk memimpin organisasi bentukan Jepang bernama Syu Sangi Kai untuk menjaga keamanan rakyat Indonesia dari serangan sekutu. Organisasi tersebut termasuk didalamnya adalah Pembela Tanah Air (PETA).

    Menjadi anggota PETA adalah awal kisah Jenderal Soedirman dalam keterlibatannya dalam perjuangan militer dan pembentukan tentara Indonesia. Sang Jenderal kemudian mengikuti pelatihan di Bogor sebagai Angkatan II.

    Karena potensinya yang mumpuni di pelatihan militer tersebut, Jenderal Soedirman akhirnya diangkat menjadi komandan yang ditugaskan di Batalyon Kroya Banyumas Provinsi Jawa Tengah dengan senjata dan peralatan yang lengkap.

    Berkat tanggung jawab yang emban, Jenderal Soedirman pun menjadi ketua Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan Letnan Kolonel Komandan Resimen I Divisi I Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Karesidenan Banyumas .

    Pada tanggal 12 November 1945, Jenderal Soedirman diangkat menjadi Jenderal Panglima Tertinggi TKR dan Panglima Besar TKR pada 18 Desember 1945. Karir militernya berlanjut cemerlang hingga memperoleh pangkat jenderal Panglima Besar Tentara Rakyat Indonesia (TRI) pada 25 Mei 1946 hingga menjadi Jenderal Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia yang pertama. Kehebatan Sang Jenderal diakui oleh masyarakat Indonesia saat itu.

    Saat Amir Syarifudin menjadi Menteri Pertahanan, ia mengesampikan Jenderal Soedirman yang menurunkan jabatannya menjadi Panglima Pertempuran Mobil di bawah Menteri Pertahanan tersebut.

    Kemudian setelah Agresi Militer Belanda II, Jenderal Soedirman menunjukan surat keberatan tentang persetujuan gencatan senjata kepada Presiden. Akbat surat tersebut Sang Jenderal pun harus dibebastugaskan dari Panglima Besar APRI dan diberhentikan dari anggota tentara.

    Karena Presiden dan Wakil Presiden sangat keberatan dengan keputusan Sang Jenderal, akhirnya Jenderal Soedirman pun mengurungkan niatnya untuk keluar dari kemiliteran Indonesia. Temukan kisah lengkapnya melalui  buku Jenderal Soedirman dibawah ini.

    Berikut ini rangkuman singkat karir militer Jenderal Soedirman:

    • PETA Angkatan ke II di Bogor
    • Daidanco Kroya, Banyumas, Provinsi Jawa Tengah
    • Ketua Badan Keamanan Rakyat Karesidenan Banyumas, Provinsi Jawa Tengah
    • Letnan Kolonel Komandan Resimen I Divisi  I Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
    • Kolonel Komandan Divisi V TKR Banyumas, Provinsi Jawa Tengah
    • Jenderal Panglima Tertinggi TKR pada 12 November 1945
    • Jenderal Panglima Besar TRI pada 25 Mei 1946
    • Jenderal Panglima Besar TNI

    Perjuangan Jenderal Soedirman untuk Indonesia

    Belajar biografi Jenderal Soedirman tidak lengkap rasanya jika tidak membahas perjuangannya bagi bangsa Indonesia. Sang Jenderal ini adalah saksi dari berbagai upaya diplomatik yang gagal dilakukan Indonesia terhadap pemerintahan Belanda saat itu yang selalu ingin menjajah.

    Diplomatik pertama yang gagal adalah Perjanjian Linggarjati yang dalam penyusunannya ikut andil Sang Jenderal Soedirman. Selain itu kegagalan pada Perjanjian Renville yang harus membuat Indoensia mengembalikan wilayah yang berhasil diambil pada Agresi Militer Belanda I kepada Belanda dan mengharuskan Jenderal Soedirman menarik 35 ribu pasukannya.

    Perundingan Roem Royen juga melibatkan peran Jenderal Soedirman karena berkaitan dengan kemiliteran dan upaya pemberontakan dalam negeri tahun 1948 dari peristiwa G30S PKI di Madiun.

    Dari segala perjanjian dengan Belanda, Jenderal Soedirman terus mendesak Soekarno untuk tetap melanjutkan perang gerilya karena ia tidak percaya Belanda yang akan benar-benar memenuhi janjinya.

    Namun saat itu Soekarno menolak dan membuat Sang Jenderal sangat terpukul dan membuatnya jatuh sakit. Jenderal Soedirman mengidap penyakit Tuberkulosis (TBC) karena terinfeksi saat berjuang pada November 1948 yang menyebabkan paru-paru kanannya harus dikempeskan.

    Kepergian Oerip meninggal dunia pada tahun 1948 juga semakin memperburuk kondisi Sang Jenderal. Ia sempat ingin mengundurkan diri dari kemiliteran Indonesia namun ditolak Soekarno karena dapat menimbulkan ketidakstabilan perjuangan negara saat itu.

    Setelah Jenderal Soedirman keluar Rumah Sakit pada 19 Desember 1948, Belanda justru melancarkan Agresi Militernya yang ke 2. Penyakit parah yang ia derita rupanya tidak menghalangi Sang Jenderal untuk tetap berjuang melawan Belanda.

    Jenderal Soedirman pun akhirnya pergi ke Selatan bersama kelompok kecil dan dokter pribadinya melakukan gerilya selama tujuh bulan dalam kondisi yang memprihatinkan, yakni ditandu dengan peralatan medis seadanya dan terbatas.

    Pasukan mereka sempat ditemukan Belanda, namun mereka berhasil kabur ke Sobo dekat Gunung Lawu dari kejaran Belanda.  Jenderal Soedirman memimpin kemiliteran di Jawa termasuk tetap mengomandoi Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta melawan Belanda yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto.

    Kondisinya yang semakin parah membuatnya harus mundur dari medan perang melawan Belanda secara langsung di lapangan. Kegigihannya melawan Belanda sangat dikagumi oleh para pasukannya dan memberikan mereka motivasi besar untuk terus melawan Belanda. Kisah lengkap mengenai tokoh Soedirman juga dapat Grameds baca melalui buku Soedirman Seorang Panglima, Seorang Martir.

  • Cut Nyak Dien: Pahlawan Perempuan Indonesia

    Cut Nyak Dien Pahlawan Perempuan Indonesia

    Indonesia mempunyai pahlawan perempuan yang berasal dari Aceh. Pahlawan itu bernama Cut Nyak Dien. Cut Nyak Dien adalah seorang tokoh perempuan hebat Indonesia yang tak kenal menyerah dalam berjuang melawan penjajah. Cut Nyak Dien lalu dijuluki sebagai “Ratu Aceh” karena tekadnya yang kuat dalam melawan kolonial Belanda di Aceh, Indonesia. Sepanjang masa hidupnya, Cut Nyak Dien terus melakukan pertempuran dan perlawanan dengan tujuan menggapai cita-cita bangsa, yaitu terbebas dari kekuasaan penjajah

    Di artikel ini, Kalian akan mengetahui tentang kelahiran Cut Nyak Dien dan pernikahannya dengan Teuku Ibrahim, Cut Nyak Dien dan meletusnya Perang Aceh, Cut Nyak Dien bersama Teuku Umar, Cut Nyak Dien dan strategi Teuku Umar mengalahkan Belanda, Cut Nyak Dien berjuang sampai pengasingan, akhir hayat Cut Nyak Dien, Makam Cut Nyak Dien, fakta-fakta menarik tentang Cut Nyak Dien, hingga rekomendasi  buku tentang Cut Nyak Dien.


    Kelahiran Cut Nya Dien dan Pernikahannya dengan Teuku Ibrahim

    Cut Nyak Dien termasuk keturunan dari bangsawan Aceh. Beliau lahir tahun 1848 di kampung Lam Padang Peukan Bada, wilayah VI Mukim, Aceh Besar. Semasa kecil, Cut Nyak Dien dikenal sebagai gadis yang cantik. Kecantikan itu semakin lengkap dengan pintarya Cut Nyak Dien dalam bidang pendidikan agama.

    Pada tahun 1863, saat itu Cut Nyak Dien berusia 12 tahun, ia dijodohkan dengan Teuku Ibrahim Lamnga, putra dari Teuku Po Amat, Uleebalang Lam Nga XIII. Suaminya adalah pemuda yang wawasannya luas dan taat agama. Cut Nyak Dien dan Teuku Umar menikah dan memiliki buah hati seorang laki-laki.

    Riwayat sejarah Aceh mencatatkan bahwa Teuku Ibrahim berjuang melawan kolonial Belanda. Teuku Ibrahim sering kali meninggalkan Cut Nyak Dien dan anaknya karena melakukan tugas mulia yaitu berjuang melawan kolonial Belanda. Berbulan-bulan setelah meninggalkan Lam Padang, Teuku Ibrahim kembali datang untuk menyerukan perintah mengungsi dan mencari perlindungan di tempat yang aman. Atas seruan dari suaminya itu, Cut Nyak Dien bersama penduduk lainnya kemudian meninggalkan daerah Lam Padang pada 29 Desember 1875.

    Kabar duka menimpa Cut Nyak Dien, pada 29 Juni 1878, Teuku Ibrahim wafat. Kematian suaminya itu membuat Cut Nyak Dien terpuruk. Namun, kejadian itu tidak membuatnya putus asa, justru sebaliknya menjadi alasan kuat Cut Nyak Dien melanjutkan perjuangan sosok suaminya yang sudah wafat.

    Cut Nyak Dien dan Meletusnya Perang Aceh

    Pada 26 Maret 1873, Belanda memulai perang dengan Aceh. Belanda melalui armada kapal Citadel van Antwerpen, mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh. Selanjutnya, pada tanggal 8 April 1873, Belanda di bawah pimpinan Johan Harmen Rudolf Köhler berhasil mendarat di Pantai Ceureumen dan langsung menguasai dan membakar Masjid Raya Baiturrahman, Aceh.

    Apa yang dilakukan oleh Belanda tersebut kemudian memicu terjadinya perang Aceh yang dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Mahmud Syah melawan sekitar 3.198 prajurit Belanda. Tetapi, Kesultanan Aceh bisa memenangkan perang pertama melawan Belanda tersebut dengan tertembaknya Köhler hingga tewas.

    Pada tahun 1874-1880, di bawah kepemimpinan Jenderal Jan van Swieten, wilayah VI Mukim berhasil diduduki oleh Belanda begitu juga dengan Keraton Sultan yang akhirnya harus mengakui kekuatan hebat dari kolonial Belanda.

    Dengan kejadian tersebut, memaksa Cut Nyak Dien dan bayinya mengungsi bersama penduduk serta rombongan lain pada 24 Desember 1875. Namun, Teuku Ibrahim tetap bertekad untuk merebut kembali daerah VI Mukim. Sayangnya, ketika Teuku Ibrahim bertempur di Gle Tarum, dirinya tewas pada 29 Juni 1878. Hal itu akhirnya membuat Cut Nyak Dien sangat marah dan bersumpah untuk menghancurkan Belanda.

     

    Cut Nya Dien Bersama Teuku Umar

    Selepas kematian Teuku Ibrahim, Cut Nyak Dien menikah lagi dengan Teuku Umar, seorang tokoh pejuang Aceh. Bukan hanya diikatkan dengan tali pernikahan saja, tetapi keduanya bersatu untuk melawan penjajah. Pernikahan antara Cut Nyak Dien dengan Teuku Umar terbilang merupakan kisah yang menarik.

    Cut Nyak Dien beralasan ingin berjuang bersama dengan laki-laki yang mengizinkannya turun ke medan perang untuk melawan kolonial Belanda, bukan hanya ingin mendapatkan sosok kepala rumah tangga saja. Awalnya Cut Nyak Dien menolak, karena Teuku Umar memperbolehkan Cut Nyak Dien untuk melawan penjajah, akhirnya Cut Nyak Dien menerima pinangan dari Teuku Umar dan mereka menikah pada tahun 1880.

    Dengan bersatunya Cut Nyak Dien dan Teuku Umar, meningkatkan moral dan semangat para pejuang Aceh semakin berkobar. Seakan tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Teuku Umar mencoba untuk mendekati Belanda dan mempererat hubungannya dengan orang Belanda. Pada tanggal 30 September 1893, Teuku Umar dan pasukannya yang berjumlah sekitar 250 orang kemudian pergi ke Kutaraja dan menyerahkan diri kepada kolonial Belanda.

    Strategi dari Teuku Umar akhirnya berhasil untuk mengelabui Belanda hingga mereka memberi gelar pada Teuku Umar yaitu Teuku Umar Johan Pahlawan dan menjadikan Teuku Umar sebagai komandan unit pasukan Belanda yang memiliki kekuasaan penuh.Pahlawan merchandise

    Cut Nyak Dien bersama Teuku Umar menguatkan barisan para pejuang untuk kembali mengusir Belanda dari bumi Aceh. Keduanya, melakukan pertempuran dengan semangat juang yang membara. Salah satu keberhasilan yang telah mereka lakukan yaitu merebut kembali kampung halaman Cut Nyak Dien dari kolonial Belanda. Selain itu, Teuku Umar juga berpura-pura tunduk kepada Belanda demi mendapatkan pasokan persenjataan yang kemudian mereka gunakan untuk kembali menyerang penjajah.


    Cut Nyak Dien dan Strategi Teuku Umar Mengalahkan Belanda

    Demi memuluskan strategi mengalahkan Belanda, Teuku Umar rela dianggap sebagai penghianat oleh orang Aceh. Tidak terkecuali oleh Cut Nyak Meutia yang datang menemui dan memarahi Cut Nyak Dien. Meskipun begitu, Cut Nyak Dien tetap berusaha menasihatinya Teuku Umar untuk fokus kembali melawan dan mengalahkan Belanda.

    Saat kekuasaan Teuku Umar dan pengaruhnya cukup besar, Teuku Umar memanfaatkan momen itu untuk mengumpulkan orang Aceh di pasukannya. Ketika jumlah orang Aceh di bawah komando Teuku Umar sudah cukup, lalu Teuku Umar melakukan rencana palsu ke orang Belanda dan mengklaim jika dirinya ingin menyerang basis Aceh.

    Setelah itu, Teuku Umar dan Cut Nyak Dien pergi dengan seluruh pasukan serta perlengkapan berat, senjata, dan amunisi Belanda. Namun, mereka tidak pernah kembali lagi ke markas Belanda. Strategi pengkhianatan yang dilakukan oleh Teuku Umar disebut Het verraad van Teukoe Oemar (pengkhianatan Teuku Umar).

    Strategi yang apik oleh Teuku Umar untuk mengkhianati Belanda ini membuat Belanda marah dan melancarkan operasi besar-besaran untuk menangkap Cut Nyak Dien dan Teuku Umar. Tetapi, para gerilyawan Aceh saat ini sudah dilengkapi perlengkapan dari Belanda dan cukup untuk melawan Belanda.

    Ketika Jenderal Van Swieten diganti, orang yang menggantikan posisinya yaitu Jenderal Jakobus Ludovicus Hubertus Pel dengan cepat terbunuh oleh gerilyawan Aceh itu, hingga akhirnya membuat para pasukan kolonial Belanda dalam kondisi yang sangat sulit dan kacau.

    Cut Nyak Dien Berjuang Sampai Pengasingan

    Waktu demi waktu berlalu, Teuku Umar gugur dalam medan perang di Meulaboh. Suami kedua Cut Nyak Dien itu gugur karena itikad penyerangannya telah diketahui oleh pasukan Belanda sejak awal.

    Walaupun orang-orang yang disayanginya telah meninggalkannya, Cut Nyak Dien masih terus melanjutkan pertempurannya selama enam tahun. Ia bergerilya dari satu wilayah ke wilayah lain. Dalam waktu itu, ia bersama rakyat dan pejuang lainnya, dihadapkan pada kesulitan hidup: penderitaan, kehabisan makanan, uang, dan pasokan senjata.

    Cut Nyak Dien dengan keadaan fisiknya yang mulai renta terus berupaya melarikan diri dari serangan Belanda. Walaupun Cut Nyak Dien dan pasukan tempurnya mulai melemah karena ancaman demi ancaman yang datang dari Belanda. Sayangnya, panglima pasukannya, Pang Laot berkhianat. Pengkhianat bersama pasukan Belanda lain kemudian mencari keberadaan Cut Nyak Dien. Mereka berhasil menemukan persembunyian Cut Nyak Dien dan kemudian membawa Cut Nyak Dien ke Kutaradja.

    Pang Laot meminta kepada Belanda agar Cut Nyak Dien mendapat perlakuan baik oleh Belanda. Gubernur Belanda di Kutaradja, Van Daalen, tidak menyenangi hal tersebut sehingga Cut Nyak Dien diasingkan ke pulau Jawa, tepatnya di Sumedang, Jawa Barat, pada 1907.

    Setahun masa pengasingannya, Cut Nyak Dien mengakhiri perjuangan selama masa hidupnya. Cut Nyak Dien menjadi salah satu sosok wanita Indonesia yang patut dicontoh keberaniannya. Sejak 2 Mei 1964, Cut Nyak Dien dianugerahi sebagai pahlawan nasional Indonesia melalui SK Presiden RI No.106 Tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964. Cut Nyak Dien merupakan seorang perempuan Aceh yang tidak kenal menyerah dalam berjuang, ia terus berjuang hingga akhir hayatnya.

     

    Akhir Hayat Cut Nyak Dien

    Pang Laot, seorang pengawal Cut Nyak Dien melaporkan lokasi markas Cut Nyak Dien kepada Belanda. Hal tersebut membuat Belanda menyerang markas Cut Nyak Dien di Beutong Le Sageu. Pasukan Cut Nyak Dien terkejut dan bertempur dengan mati-matian, hingga akhirnya Cut Nyak Dien ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh

    Setelah tertangkap oleh Belanda, Cut Nyak Dien dibawa dan dirawat di Banda Aceh. Penyakit rabun dan encoknya berangsur sembuh. Namun, malangnya Cut Nyak Dien dibuang ke tanah Sumedang, Jawa Barat.

    Cut Nyak Dien dibawa ke Sumedang, Jawa Barat, bersama tahanan politik Aceh lain dan menarik perhatian salah satu orang yaitu bupati Suriaatmaja. Tahanan laki-laki lainnya juga turut menyatakan perhatian mereka kepada Cut Nyak Dien, namun tentara Belanda dilarang mengungkap identitas tahanan.

    Cut Nyak Dien ditahan bersama seorang ulama bernama Ilyas dan ulama tersebut segera menyadari bahwa Cut Nyak Dien merupakan ahli dalam agama Islam. Hal itu membuat Cut Nyak Dien dijuluki sebagai “Ibu Perbu”.


    Makam Cut Nyak Dien

    Cut Nyak Dien meninggal pada 6 November 1908 karena usianya yang sudah tua dan kondisinya yang sering sakit-sakitan. Setelah itu, Cut Nyak Dien dimakamkan di daerah pengasingannya di Sumedang. Makam Cut Nyak Dien sendiri baru ditemukan pada tahun 1959, itu juga karena permintaan Ali Hasan, Gubernur Aceh saat itu.

    Presiden Soekarno melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 106 Tahun 1964 menetapkan Cut Nyak Dien sebagai Pahlawan Nasional pada 2 Mei 1962. Sementara rumah Cut Nyak Dien di Aceh dibangun kembali oleh pemerintah daerah setempat sebagai simbol perjuangannya di Tanah Rencong. Hingga sekarang, cerita tentang perjuangan Cut Nyak Dien masih sering diperbincangkan dan dipelajari sebagai bagian dari sejarah di sekolah-sekolah dan pengetahuan umum.

     

  • Biografi dan Riwayat Perjuangan Sultan Hasanuddin dari Gowa

    Biografi dan Riwayat Perjuangan Sultan Hasanuddin dari Gowa


    Riwayat Perjuangan Sultan Hasanuddin—Sultan Hasanuddin adalah salah satu raja dari wilayah timur Nusantara yang terkenal karena keuletannya dalam melawan pemerintah Belanda pada masa kolonial. Perjuangannya yang gigih menyebabkan Belanda kewalahan dalam menerapkan monopoli perdagangan di kawasan Sulawesi Selatan.

    Pada masa kepemimpinannya, dia juga berhasil mematahkan taktik Belanda untuk menundukkan Kerajaan Gowa, bahkan menyatukan berbagai kerajaan kecil di sekitarnya untuk memerangi Belanda. Keuletannya itulah yang menyebabkan dirinya memperoleh julukan De Haantjes van Het Osten dari Belanda yang berarti “Ayam Jantan dari Timur“.

    Berikut ini akan dipaparkan mengenai biografi singkat dan riwayat perjuangan dari Sultan Hasanuddin dari Kerajaan Gowa.

    Latar Belakang Keluarga Sultan Hasanuddin

     

    Menurut silsilah raja-raja Gowa yang disajikan dalam  buku berjudul Islamisasi Kerajaan Gowa Abad XVI sampai Abad XVII yang disusun oleh Ahmad M. Sewang, Sultan Hasanuddin adalah Raja Gowa ke-16 atau Sultan Gowa ke-3 sejak kerajaan tersebut mulai menganut agama Islam.

    Dia dilahirkan di Gowa pada 12 Januari 1631 dengan nama Muhammad Bakir I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape. Dia merupakan putra mahkota dari Sultan Malik as-Said atau Malikulsaid (1639–1653) dengan I Sabbe To’mo Lakuntu. Kakeknya yang bernama Sultan Alauddin (1593–1639) merupakan Raja Gowa pertama yang menganut agama Islam.

    Ketika kecil, dia memperoleh pendidikan keagamaan di Masjid Bontoala. Dia sering kali diajak oleh ayahnya untuk mengikuti pertemuan penting dengan harapan memperoleh ilmu diplomasi maupun strategi perang. Ketika memasuki umur 21 tahun, dia diutus menjadi panglima pertahanan Gowa.

    Terdapat dua versi sejarah yang memaparkan pengangkatannya menjadi raja, yaitu ketika berumur 24 tahun atau pada 1655 dan berumur 22 tahun atau pada 1653. Terlepas dari perbedaan itu, ayahnya telah berwasiat agar kerajaannya dilanjutkan oleh Hasanuddin. Hasanuddin merupakan guru dari Arung Palakka, salah satu Sultan Bone yang nantinya akan bersekutu dengan Belanda untuk menjatuhkan Kesultanan Gowa.

    Seperti yang diuraikan dalam buku berjudul Peristiwa Tahun-Tahun Bersejarah Daerah Sulawesi Selatan dari Abad ke XIV (1985), Sultan Malikusaid meninggal dunia pada 6 November 1653. Hasanuddin lantas naik takhta sebagai raja yang baru dan membawa kerajaannya memperoleh puncak kejayaan, termasuk menguasai jalur perdagangan utama di Nusantara timur.

    Namun, masa-masa kejayaan tersebut semakin terancam ketika pasukan Belanda dengan bendera Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) tiba di wilayah Sulawesi Selatan pada pertengahan abad ke-17. Mereka ingin memonopoli perdagangan di daerah yang sangat strategis itu. Belanda ingin agar kebijakan Sultan Hasanuddin lebih lunak dibandingkan ayahnya.

    Berdasarkan kajian yang dilaksanakan oleh Sagimun Mulus Dumadi dalam buku berjudul Sultan Hasanuddin Menentang VOC (1986), Hasanuddin memberi izin kepada tiga orang Belanda untuk menetap di Somba Opu, ibu kota Kesultanan Gowa saat itu. Namun, kebaikan itu disalahgunakan.

    Ketiganya tertangkap basah telah mengirim surat ke Batavia. Surat tersebut menyebutkan jika pihak VOC diminta melaksanakan persiapan dan mengirim pasukan ke wilayah Kesultanan Gowa pada tahun selanjutnya. Hasanuddin tentu marah dan merasa tertipu. Dia lantas bersicepat memerintahkan untuk membangun benteng-benteng pertahanan.

     

    Riwayat Perjuangan Sultan Hasanuddin dan Polemik Arung Palakka

    Pada Februari 1660, Sultan Hasanuddin memanggil Tobala Arung Tanette selaku pejabat yang dipercaya oleh Kesultanan Makassar untuk memimpin masyarakat Bone. Dia memerintahkan supaya Tobala dapat menyusun kekuatan masyarakat Bone untuk memperkuat pertahanan Makassar.

    Tobala dalam pembicaraan tersebut menyatakan akan ikut berperang bersama Hasanuddin demi menjaga martabat dan harga diri masyarakat Bugis. Sebagai buktinya, dia memimpin 1.000 orang Bone untuk menjaga berbagai wilayah yang berada di belakang Makassar. Selain itu, dia juga bertugas melaporkan berbagai upaya yang dilakukan oleh Belanda yang membujuk masyarakat untuk melawan Makassar.

    Sementara itu, pihak Belanda telah memperoleh laporan dari seorang pemberontak dari Mandar yang berada di Manado jika beberapa bangsawan Makassar mengeluhkan sikap yang dilakukan oleh Hasanuddin. Laporan tersebut semakin diperkuat oleh pernyataan Willem Bastingh selaku utusan Belanda yang datang ke istana Makassar.

    Setelah memperoleh informasi itu, Belanda lantas mengirim ekspedisi untuk menguji kekuatan Makassar pada pertengahan 1660. Saat itu, Belanda berhasil merebut Pelabuhan Panakukang dan menempatkan empat kapal perang bersenjata lengkap dan dua sekoci untuk mengamankan Benteng Panakukang.

    Menurut informasi dari Speelman, Hasanuddin saat itu menyalahkan Karaeng Sumanna sebagai pejabat Makassar yang berkewajiban menangani pasukan Bone di bawah arahan Tobala Arung Tanette. Atas dasar hal itu, Hasanuddin lantas mengganti Sumanna dengan Karaeng Karunrung. Kebijakan tersebut ditempuh agar Kesultanan Makassar tidak dipermalukan kembali oleh Belanda.

    Karunrung memang serius memobilisasi masyarakat Bone. Dia langsung memerintahkan Tanette untuk membawa 10.000 masyarakat Bone ke Makassar agar ikut membantu pertahanan Makassar. Sesampainya di Makassar, mereka lantas dikelompokkan dan bekerja bergiliran menurut kelompoknya masing-masing. Mereka diberikan tugas untuk menggali parit di sepanjang garis pertahanan pantai pelabuhan Makassar, dari Barombong hingga Ujung Tana.

    Selama berada di Makassar, hak-hak mereka sebagai pekerja sering kali dilanggar oleh pihak kesultanan.  Akibatnya, banyak masyarakat Bone yang sakit maupun melarikan diri. Masalah tersebut direspons dengan serius oleh Karaeng Karunrung. Dia menempuh tindakan dengan mempekerjakan para bangsawan dan masyarakat Bone untuk tujuan mereka sendiri.

    Arung Palakka di sisi lain termasuk salah satu bangsawan Bone yang ikut mengawasi masyarakat Bone. Suatu ketika, dia melihat dengan matanya sendiri kekejaman yang dilakukan kepada masyarakat Bone. Dia lantas berupaya memengaruhi dan meyakinkan Tanette dan para bangsawan Bone lainnya untuk melarikan diri.

    Pada hari libur pasca panen, masyarakat Makassar tengah memperingati hari panen yang dilaksanakan di daerah Tallo. Para mandor di sisi lain sedang sibuk dengan keriuhan yang diadakan di Tallo. Masyarakat Bone di bawah pimpinan Palakka dan Tanette lantas meninggalkan Makassar dan terus bergerak kembali ke Bone.

    Mereka memerlukan empat hari untuk dapat tiba di Bone. Sesampainya di Bone, mereka menyusun rencana pemberontakan kepada Kesultanan Makassar di bawah pimpinan langsung Palakka dan Tanette. Sekitar 11.000 masyarakat Bone dan Soppeng dipersiapkan oleh keduanya untuk melancarkan perlawanan.

    Setelah mengetahui gerakan itu, Hasanuddin lantas mengirim pasukan di bawah pimpinan Karaeng Sumanna. Pada awalnya, Palakka dan Tanette berhasil mengatasi pasukan Makassar. Namun, pasukan keduanya mengalami kekalahan setelah pasukan Makassar memperoleh bantuan dari Wajo. Pasukan Makassar dan Wajo berupaya mengejar terus hingga terjadi pertempuran terbuka di wilayah Bone Utara pada 11 Oktober 1660.

    Tanette tewas dalam pertempuran tersebut, sedangkan Palakka dapat meloloskan diri dan mengungsi hingga ke Pegunungan Macini. Pasukan Makassar dan Wajo di sisi lain tetap melakukan pengejaran terhadap dirinya, tetapi kehilangan jejak. Palakka pun berupaya keluar dari wilayah Bone karena selalu menjadi incaran.

    Pada  25 Desember 1660, dia dengan didampingi oleh Arung Bila, Arung Appanang, Datu Patojjo, dan 400 pengikutnya berhasil tiba sampai di Pantai Palette. Dia bersumpah akan terus berjuang untuk membebaskan masyarakat Bone dan Soppeng dari kekuasaan Kesultanan Makassar di pantai itu. Dia dan pengikutnya lantas berlayar menuju daerah Buton.

    Sebagai penguasa daerah itu, Sultan Buton menerima dengan baik kedatangannya dan bersedia memberikan perlindungan. Palakka di kemudian hari memutuskan berlayar ke Batavia untuk menjalin kerja sama dengan Belanda. Pihak Belanda menerima dengan baik tawaran tersebut dan menempatkan para pengikut Palakka di Muara Angke.

    Tiga tahun berselang, Palakka dan Belanda telah siap menghadapi Kesultanan Makassar sebagai musuh bersama, tetapi dengan kepentingan yang berbeda. Palakka menumpas Makassar karena ingin membebaskan masyarakat Bone dan Soppeng, sedangkan Belanda ingin menjadi penguasa tunggal perdagangan rempah-rempah di wilayah timur Nusantara.

    Hasanuddin mengalami kekalahan total setelah Speelman dan Palakka berhasil meruntuhkan  Benteng Somba Opu pada 24 Juni 1969. Menurut catatan sejarah, Belanda mengakui jika Perang Makassar adalah salah satu peperangan yang menyulitkan di Nusantara.

    Kegigihan dan ketangguhan Hasanuddin dalam perang itu diakui oleh Belanda dengan menjulukinya dengan De Haantjes van Het Osten atau “Ayam Jantan dari Timur”. Beberapa sejarawan di sisi lain ada yang menyatakan jika Belanda tidak akan mampu mengalahkan Makassar tanpa bantuan pasukan Palakka. Hal itu disebabkan Makassar mempunyai memiliki angkatan laut yang begitu kuat.

    Itulah artikel terkait “Riwayat Perjuangan Sultan Hasanuddin” yang dapat kalian gunakan untuk referensi dan bahan bacaan. Jika ada saran, pertanyaan, dan kritik, silakan tulis di kotak komentar bawah ini. Bagikan juga  tulisan ini di akun media sosial supaya teman-teman kalian juga bisa mendapatkan manfaat yang sama.